Papua dan Bali Dinilai Alami Genosida Gaya Baru

Gatra.com | 13 Jul 2020 10:45

Gatra.com - Desa-desa adat di Bali dan Papua semakin penjajahan bahkan genosida gaya baru melalui program-program pemerintah dan donor luar negeri yang berkedok pemberdayaan. Di Bali dibungkus dengan industri wisata, di Papua lewat dana gelontoran yang banyak.

Demikian disampaikan antropolog I Ngurah Suryawan lewat orasi budaya 'Kampung Bergerak Refleksi dari Bali ke Papua' dalam pembukaan Festival Kebudayaan Desa, di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (13/7).

Jika  dilihat oleh negara, pemberdayaan itu sebagai cengkeraman negara besar dan kapital ke desa. Dengan dalih pemberdayaan, padahal yang terjadi kematian sosial. Desa-desa di Bali dan Papua menantang penjajahan gaya baru, ”tuturnya.

Menurutnya, penjajahan Bali dibungkus secara canggih dan beradab. Selama ini manusia dan budaya Bali terus memantaskan diri di depan pariwisata. Upaya memantaskan diri depan industri wisata ini dibingkai dengan harmoni sosial dan bahu. Orang luar Bali melihat hal itu sebagai apa adanya.

“Sungguh ada masalah serius di situ. Bali dibuat menurunkan kemandirian dan dibuat tergantung pada pariwisata. Saat pandemi ini terlihat kerapuhan kemandirian Bali tanpa bergantung wisata, ”kata doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, ini.

Sementara Papua, menurut Ngurah, menerima proyek dari berbagai pihak, seperti pemerintah dan donor luar negeri untuk mengubah wilayah itu. “Tapi sampai sekarang, Provinsi Papua dan Papua Barat masih tertinggal dan indeks pembangunan manusianya rendah. Ada kondisi ironi di tengah usaha perbaikan itu, ”katanya.

Ngurah bercerita, selama melakukan perjalanan di Papua, warga lokal tahu kekayaan alam mereka tetapi mereka hidup dalam rantai kemiskinan dan perjuangan. “Banyak program di desa yang ingin maju, memberi mimpi sukses, tapi tak perlu pada budaya mereka. Ini jadi candu untuk dunia luar yang mereka banyangkan. Mereka mengejar modernitas tapi akhirnya dihadapkan pada masalah multidimensi, seperti ekonomi, politik, dan lingkungan, ”katanya.

Selain itu, warga desa Papua juga meminta perlindungan elit dan negara mengeksploitasi mereka. “Ada pewarisan praktik persetujuan dan olok-olok penindasan Papua oleh negara. Ini diinternalisasi dan diapatasi oleh orang Papua lalu diwujudkan ke sesama dan lingkaran mereka. Buat lingkaran canggih untuk dipahami, ”tuturnya.

Ia melihat Papua hanya diberdayaakan dengan uang. “Uang dianggap pecahkan kemiskinan. Seolah bergerak jika ada uang lewat dana otonomi khusus, dana desa, bantuan tunai. Jika tak ada uang, kemandirian sosal tidak ada. Ini sangat berbahaya, ”ujar pengajar di Universitas Papua ini.

Ngurah menjelaskan, pembangunan desa adat melalui nilai-nilai luar yang tak berakar. Kondisi Bali dan Papua menjadi contoh sistem baru untuk mengatasi kemandirian masyarakat desa dalam menentukan nasib. Pemberdayaan pun semu.

“Ini gaya baru dalam melumpuhkan pemberdayaan masyarakat adat. Bentuknya tidak hanya mengekspolitasi, tetapi pembiaraan atas penghancuran budaya masyarakat adaat. Birokrat dan akademisi membantu pemerintah membungkam desa dengan teknologi kolonialisasi baru, ”kata dia.

Editor: A. Hernawan

Link: https://www.gatra.com/detail/news/484484/politik/papua-dan-bali-dinilai-alami-genosida-gaya-baru#

Share on Google Plus

About Wewo Kotokay

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment